Kabarsimalungun.com || Bandar Lampung – Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Komite Aksi Masyarakat dan Pemuda untuk Demokrasi (KAMPUD) secara resmi telah mendaftarkan aduan perihal dugaan Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN) dalam pelaksanaan proyek sistem informasi manajemen Rumah Sakit (SIMRS) di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Abdul Moeloek (RSUD-AM) dengan total harga perhitungan sendiri (HPS) senilai Rp. 32.378.176.000,- dan proyek pengadaan alat kesehatan tahun anggaran 2020 dari alokasi APBD Provinsi Lampung ke Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung pada Senin (8/5/2023).
Dalam keterangan persnya di Bandar Lampung, Ketua Umum DPP KAMPUD, Seno Aji menyampaikan bahwa menindaklanjuti hasil pengumpulan data dan bahan keterangan (Puldata dan Baket) terhadap penggunaan keuangan Negara/daerah oleh pihak RSUDAM tahun anggaran 2020 dari alokasi APBD pada proyek Sistem informasi managemen Rumah Sakit (SIMRS) senilai Rp. 32.378.176.000,- dan
Pengadaan alat kesehatan senilai Rp. 325.259.800,-, diduga telah terjadi praktik KKN.
“Proyek sistem informasi managemen Rumah Sakit (SIMRS) tahun 2019-2023, diduga telah terjadi penyimpangan yang mengarah kepada upaya praktik Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN) terhadap proses pelaksanaan proyek sistem informasi managemen Rumah Sakit (SIMRS) oleh pengguna anggaran yaitu pihak Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Abdul Moeloek (RSUD-AM) yang dikerjakan oleh PT. BVK dengan metode pembayaran kontrak secara royalti yaitu sebesar 2,53% dari pendapatan Rumah Sakit, per 31 Desember 2020 adalah senilai Rp. 5.292.055.905,-
Kemudian, lanjut Seno Aji, kontrak kerja antara pihak RSUD-AM dengan PT. BVK berlaku selama 5 (lima) tahun mencantumkan harga perhitungan sendiri (HPS) yang disusun oleh panitia lelang untuk proyek pengadaan SIMRS adalah senilai Rp. 32.378.176.000,- sebagai perkiraan biaya total yang dikeluarkan RSUDAM selaku pengguna anggaran selama 5 (lima) tahun, diduga telah terjadi upaya praktik kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) melalui modus operandi yaitu dalam proses penyusunan HPS yang merupakan tanggungjawab panitia lelang tidak memiliki dasar harga dan perhitungan yang jelas, karena panitia tidak memiliki data dan dokumentasi hasil survey atas harga-harga peralatan yang terdapat dalam item pekerjaan tersebut. Sehingga atas hal tersebut, HPS yang disusun oleh panita lelang disinyalir HPS tidak terukur berdasarkan pertimbangan yang jelas, dan mengarah kepada upaya mark-up harga kegiatan”, kata Seno Aji yang dikenal sebagai sosok yang sederhana.
Selain itu, dalam keterangannya juga, Ketua Umum DPP KAMPUD, Seno Aji mengutarakan dalam proses penyusunan HPS yang merupakan tanggungjawab panitia lelang namun terindikasi HPS disusun oleh PT. NTI yang merupakan perusahaan pelaksana SIMRS tahun 2014 sampai dengan 2019 dan PT. BVK yang merupakan perusahaan pelaksana SIMRS tahun 2019 sampai dengan 2023.
Selain itu, Seno Aji juga menerangkan bahwa dugaan KKN dalam pelaksanaan proyek SIMRS tersebut juga ditandai dengan proses lelang kegiatan tidak dilaksanakan secara terbuka dan tidak sesuai ketentuan, “hal ini diperkuat dengan tidak dilelangnya proyek SIMRS melalui layanan pengadaan secara elektronik (LPSE) dan juga tidak diumumkan melalui sistem rencana umum pengadaan (SIRUP) sebelumnya”, ungkap Seno sapaan karibnya.
Sedangkan, terhadap Proyek pengadaan alat kesehatan, yang juga turut diduga telah terjadi praktik KKN.
“Proyek pengadaan alkes ini menggunakan metode E-purchasing tahun anggaran 2020 yaitu pada pembelian barang berdasarkan daftar barang/katalog elektronik (e-katalog), pejabat pengadaan yang melaksanakan pengadaan barang dengan menggunakan metode E-purchasing harus mengikuti panduan dan ketentuan E-purchasing yang telah ditetapkan oleh LKPP, harga yang dicantumkan dalam e-katalog merupakan harga jual barang yang sudah memperhitungkan keuntungan bagi penyedia, biaya pemasangan, pelatihan, garansi dan jaminan layanan purna jual, ongkos kirim yang ditayangkan sepenuhnya tanggungjawab penyedia e-katalog dan hanya sebagai referensi, diketahui bahwa Pejabat pembuat komitmen (PPK) kegiatan disinyalir sengaja menyetujui pembayaran atas pembelian barang melalui E-purchasing yang tidak didukung dengan bukti pertanggungjawaban yang ril dan/atau fiktif ongkos pengiriman sebesar Rp. 325.259.800,-“, pungkas Seno.
Atas dasar hal sebagaimana tersebut, DPP KAMPUD menyimpulkan pengelolaan dan penggunaan keuangan Negara/daerah oleh Pemerintah Provinsi Lampung, melalui Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Abdul Moeloek (RSUDAM) untuk proyek pengadaan SIMRS senilai
Rp. 32.378.176.000,- dan pengadaan alat kesehatan senilai Rp. 325.259.800,-, patut diduga tidak sesuai dengan ketentuan yakni
Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi.
Kemudian Seno Aji juga menyampaikan maksud dan tujuan pihaknya mendaftarkan aduan tersebut ke Kantor Kejati Lampung.
“Adapun maksud dan tujuan Kita, agar Kepala Kejaksaan Tinggi Lampung melakukan penegakan hukum dan mengusut tuntas atas indikasi KKN tersebut”, tutup Seno Aji.
Sementara, pihak Kejati melalui penyampaian informasi pada Pos Pelayanan Hukum dan Penerimaan Pengaduan Masyarakat (PPH dan PPM) akan meneruskan aduan tersebut kepada pimpinan Kejati Lampung.
“Aduan ini akan kita teruskan langsung ke pimpinan Pak”, kata Evi. (*)