Opini  

SINDIRAN HALUS DARI ALLAH UNTUK KITA MANUSIA. Oleh : Mhd. Reza Fahlevi.M.Pd.

Kabarsimalungun.com. Islam adalah agama Rahmatan lil ‘alamin yang didalamnya sudah diatur begitu banyak aspek kehidupan di dunia. Agar semua itu bisa diatur, maka diperlukan dasar hukum Islam serta peraturan yang sudah disusun rapi dalam Al Quran, sunnah Rasulullah SAW, ijma ulama, qiyas dan sebagainya. Hal ini juga berlaku dengan hukum menjaga seluruh anggota tubuh dari segala perbuatan dosa besar dalam Islam mulai dari menjaga mata, mulut, lidah, hidung, perut, kemaluan, kaki dan bagian tubuh lain sehingga selalu berbuat kebaikan dan terlindungi dari berbagai perbuatan tercela seperti contohnya menyindir orang yang akan kita ulas dalam kesempatan kali ini.


Apabila dilihat dari bahasa, menyindir merupakan mencela atau mengejek orang lain secara tidak langsung. Dalam kaca mata Islam seperti dalam buku Al-fiqhu Al-islam Wa Adillatuhu karangan  Dr. Wahbah Zuhaili dijelaskan jika Al Umuru Bimaqoshidiha yang berarti segala permasalahan tergantung tujuan atau niat. Dalam hal ini, menyindir orang lain dengan tujuan yang hina seperti balas dendam, syirik dalam Islam, iri atau dengki pada orang yang kita sindir, maka hal tersebut tidak diperbolehkan agama.
Sebaliknya, jika perbuatan menyindir orang lain bertujuan sesuatu hal yang baik seperti merubah sikap dan juga akhlak yang dimiliki, maka hal tersebut dianjurkan oleh agama namun tetap tidak boleh memakai cara yang menyakitkan hati.

Sindiran merupakan sesuatu yang tajam dan sangat pedih sehingga akan masuk ke dalam hati dan membuat orang tersebut terluka dan luka tersebut bahkan sangat sulit dihilangkan serta menjadi bentuk kedzoliman. Sindiran yang sering terjadi pada pergaulan dalam Islam juga bisa mengakibatkan sesuatu yang buruk seperti prasangkan tidak baik bagi orang yang mendengarnya atau membaca sindiran yang dilontarkan sampai akhirnya mereka juga ikut bersikap atas sindiran yang diberikan tersebut.

Lantas bagaimana kalau Allah yang menyindir manusia, dan sifat manusia yang bagaimana yang di sindir oleh Allah? Dalam Al-Quran Allah menjelaskan sifat manusia yang terdapat pada surah Al-Ma’arij ayat 19 sampai 22 yang berbunyi.
Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah. dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir. kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat.(QS. Al Ma’arij: 19-22)


Ayat di atas menegaskan bahwa pada umumnya manusia itu suka mengeluh. Mereka punya sifat buruk berupa keinginan (ambisi) yang berlebihan, sedikit kesabaran, banyak berkeluh kesah. Jika di timpa kesulitan berupa kemiskinan atau sakit, mereka banyak mengeluh, meratapi nasib, mengutuk keadaan, serta diliputi kesedihan berkepanjangan. Tetapi sebaliknya, jika di beri kebaikan dan kemudahan berupa kesehatan yang sempurna, kekayaan melimpah, pangkat yang tinggi, jabatan yang tinggi, mereka cenderung bersifat kikir, sombong dan tidak peduli dengan orang lain.


Itulah beberapa sifat buruk manusia pada umumnya. Ketika kesulitan hidup datang mendera dia seolah-olah langit akan runtuh, bumi bergoncang dan dunia akan kiamat. Dia kabarkan ke setiap orang yang dijumpainya bahwa dia tengah dalam kesulitan dan kesengsaraan. Dia ceritakan penderitaannya kepada semua orang. Dia ingin orang lain tahu bahwa dia sedang dalam keadaan susah, dengan harapan setiap orang akan iba dan menaruh belas kasihan kepadanya.

Kemudian kebanyakan manusia apabila manusia ingin mencapai suatu tujuan apakah itu ujian PNS, mencalon sebagai pemimpin atau caleg maka mereka akan mendekatkan diri kepada Allah emlalui ulama, atau rajin sholat baik wajib maupun Sunnah nya di perbanyak. Akan tetapi ketika mereka sudah mendapatkan tujuannya, mereka lulus PNS atau mereka menang pemilihan dan duduk sebagai pemimpin maka mereka lupa dengan Allah sehingga mereka lupa akan janji nya sendiri.

Mereka mendekati Allah hanya karena memiliki tujuan semata, setelah dapat mereka lupa bahkan ingkar. Dia tidak pernah berfikir sedikitpun tentang karunia serta nikmat yang telah Allah berikan kepadanya. Dia hilangkan semua kebaikan Allah kepadanya.


Di sisi lain, ketika dia tengah diliputi kebaikan dan kemudahan hidup. Lagi-lagi sifat buruknya muncul. Dia menjadi orang yang sangat kikir, tidak mau berbagi sedikit pun kebahagiaan yang dimilikinya kepada orang lain. Dia simpan dan genggam erat-erat nikmat yang telah Allah berikan kepadanya.

Dia berbangga diri dengan kekayaan melimpah yang dimilikinya. Dia menjadi jumawa dengan jabatan dan kedudukan yang telah berhasil direngkuhnya. Dia menjadi sombong dengan segala yang dimilikinya. Dia lupa bahwa semua yang saat ini ada dalam kehidupannya adalah nikmat Allah yang diberikan kepadanya. Semua yang dimilikinya sesungguhnya hanyalah titipan Allah semata.


Sifat manusia seperti dijelaskan di atas inilah yang sindir, namun sindiran Allah tersebut bukan untuk mencela atau mengejek manusia melainkan agar manusia merenungi dan berfikir atas apa yang telah ia perbuat. Dalam hal ini Allah berfirman:


Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan. (QS. Yunus :12)


Dalam Tafsir Al Maraghi menjelaskan bahwa apabila manusia di timpa bahaya, yang dia rasakan sangat menyakitkan atau mengancam keselamatan jiwanya, seperti tenggelam, kelaparan, dan penyakit berat, maka dia merengek-rengek meminta dan berdoa kepada Kami agar bahaya yang itu dihilangkan. Dia berdoa kepada ketika berbaring atau duduk disalah satu sudut rumahnya.

Atau dengan berdiri di atas kedua kakinya dalam keadaan kebingungan, dan ia tidak melupakan kebutuhannya kepada rahmat Ilahi, selagi dia masih merasakan bahaya dan ancaman tersebut, dan mengetahui dirinya sangat lemah untuk menyelamatkan diri daripadanya.

Dan di antara ketiga bahaya yang mengancam tersebut, manusia mengemukakan mana di antara yang dia rasakan paling lemah untuk menghindari dan dia rasakan sangat butuh kepada pertolongan Tuhan, kemudian barulah dia menyampaikan permohonan selamat dari ancaman berikut dan seterusnya.


Namun setelah Kami hilangkan dari manusia bahaya yang mereka mohon supaya dihilangkan, ketika dia merasa lemah untuk menghilangkannya sendiri, atau dengan perantara sebab-sebab lain, maka manusia itu meneruskan kebiasaan kelakuannya seperti semula, yaitu tetap lalai dan kafir terhadap Tuhannya, seolah-olah keadaan tidak berubah, dan dia tidak pernah menyeru Kami untuk melakukan sesuatu, dan seolah-olah Kami tidak menghilangkan bahaya.


Cara mengenal Allah seperti ini, yaitu ikhlas berdoa kepada-Nya semata-mata ketika mengalami kesusahan, namun kemudian lupa dan kafir terhadap-Nya, bila kesusahan itu telah dihilangkan, merupakan cara yang dipandang baik oleh orang-orang musyrik, yang mereka itu terdiri dari para tirani Mekah dan yang lainnya dalam melakukan perbuatan-perbuatan kemusyrikan. Oleh karena begitu kerasnya mereka menantang Rasulullah Saw dan mengolok-olok siksa yang beliau peringatkan kepada mereka, maka mereka ingin agar siksa itu segera di datangkan. Mereka katakana “Ya Allah, hujanilah kami dengan batu-batu dari langit.”


Al-Qur’an sering menyinggung agar manusia untuk selalu berpikir dan merenungi sekelilingnya. Cara itu tidak lepas untuk memberikan kesadaran kepada dirinya sebagai makhluk Tuhan.(***/tim redaksi)

Catatan : Penulis adalah Guru ilmu tafsir dan ilmu hadits pada Madrasah Aliyah Swasta Al-washliyah Desa Pakam Kabupaten Batu Bara.

8,357 Pembaca
error: Content is protected !!
Exit mobile version