MALAYSIA MINTA PENDAPAT AKADEMISI ISLAM – KRISTEN SOAL KATA ‘ALLAH’

Kabarsimalungun.com. Kuala Lumpur – Menteri Dalam Negeri Malaysia, Hamzah Zainudin, akan meminta pandangan akademisi agama Islam dan Kristen soal penggunaan kata ‘Allah’. Langkah ini diambil terkait putusan Pengadilan Tinggi yang mengizinkan umat Kristen menggunakan kata ‘Allah’ dalam publikasi keagamaan untuk tujuan pendidikan.
Seperti dilansir The Star, Kamis (18/3/2021), Hamzah menuturkan dialog itu akan digelar dalam waktu dua pekan ke depan.

“Kita perlu mencari jalan tengah dalam masalah ini. Tapi penggunaan kata ‘Allah’ harus dalam kerangka Konstitusi Federal,” tegasnya.
Disebutkan Hamzah bahwa banding terhadap putusan Pengadilan Tinggi itu akan berproses. “Itu proses yang otomatis,” sebutnya.

Pada Senin (15/3) waktu setempat, pemerintah Malaysia menyatakan pihaknya sedang dalam proses mengajukan banding atas putusan Pengadilan Tinggi yang mengizinkan umat Kristen menggunakan kata ‘Allah’ dalam publikasi agama mereka untuk tujuan pendidikan.

Pemberitahuan banding yang ditandatangani oleh Penasihat Federal Senior Shamsul Bolhassan, telah diajukan ke Pengadilan Tinggi Kuala Lumpur.

Dalam pemberitahuan itu, ditegaskan bahwa Menteri Dalam Negeri dan pemerintah tidak puas dengan putusan tersebut dan mengajukan banding atas keseluruhan putusan Pengadilan Tinggi.

Sebelumnya, pada 10 Maret lalu, hakim Nor Bee Ariffin yang sekarang menjadi hakim Pengadilan Banding memutuskan bahwa instruksi Kementerian Dalam Negeri tahun 1986 yang melarang penggunaan kata ‘Allah’, ‘Baitullah’, ‘Ka’bah’ dan ‘sholat’ oleh non-Muslim, adalah ilegal dan inkonstitusional.

Itu menyusul putusan pengadilan untuk mengizinkan peninjauan yudisial oleh seorang wanita Kristen keturunan Melanau, Jill Ireland Lawrence Bill.

Kasus ini berawal setelah delapan CD yang dibeli Jill Ireland dari Indonesia, disita oleh Bea Cukai di bandara Malaysia sekitar 13 tahun lalu, atau tahun 2008, karena mencantumkan kata ‘Allah’. Dia mengajukan gugatan uji materi untuk menantang penyitaan itu dan meminta penetapan pengadilan bahwa hak konstitusional untuk menjalankan agamanya telah dilanggar.

Tahun 2014, Pengadilan Tinggi memerintah Kementerian Dalam Negeri mengembalikan CD milik Jill Ireland, namun tidak membahas poin-poin konstitusional karena terikat putusan Pengadilan Federal.

Perintah mengembalikan CD ke Jill Ireland ditegakkan oleh Pengadilan Banding setahun kemudian, namun dia melanjutkan gugatannya terhadap instruksi Kementerian Dalam Negeri yang menjadi dasar penyitaan itu.(*/redaksi)
##sumber data detikNews.

261 Pembaca
error: Content is protected !!