Penjelasan Paktisi Lingkungan, Pohon Eucalyptus Tidak Cemari Kelestarian Danau Toba

Kabarsimalungun.com

Eukaliptus (eucalyptus) merupakan sejenis pohon yang daun dan minyaknya kerap dimanfaatkan sebagai bahan obat-obatan. Meski masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut, eukaliptus sering kali digunakan untuk mengatasi penyakit tertentu, seperti asma, bronkitis, radang gusi, dan kutu rambut.

Penggunaan bahan baku “eucalyptus” dalam operasional perusahaan bubur kertas PT Toba Pulp Lestari (TPL) Tbk di Kabupaten Tobasa, Sumatera Utara, dinilai tidak menimbulkan pencemaran pada kawasan danau Toba, karena hanya digunakan sekitar 9.727 hektar,
Sementara luas daerah tangkapan air danau Toba sebesar 276.529 hektar.

“Luas areal konsesi PT Toba Pulp Lestari Tbk, pada daerah tersebut sebesar 36.372 hektar atau 13,1 persen, sementara luas tanaman eucalyptus berkisar 9.727 hektar atau sekitar 3,5 persen,” ungkap praktisi lingkungan, Dinda Febrima, M.I.L, M.Sc. di Sosorladang, Rabu 07/07/2021

Dengan demikian kata dia, dampak operasional PT TPL yang berdiri sejak 1992 dan sering mendapat sorotan dengan isu penyumbang pencemaran terhadap kelestarian danau Toba ini, dianggap tidak signifikan atau tidak menunjukkan perbedaan nyata dengan kisaran angka 3,5 persen.

Isu yang menggolongkan eucalyptus sebagai tanaman rakus air juga perlu diluruskan. Kesepahaman istilah rakus, karena mengkonsumsi air lebih banyak dari tanaman atau mahkluk lain hingga tumbuhan maupun satwa lainnya tidak kebagian air.

Magister ilmu lingkungan yang memperoleh double degree dari University of Twente Belanda itu menjelaskan, terdapat dua cara untuk “air hilang” pada tanaman, yaitu melalui evaporasi dan transpirasi.

Air hujan jatuh tidak langsung menyentuh permukaan tanah, tapi melalui intersepsi tajuk. Kemudian dievaporasikan ke atmosfer dalam bentuk uap air. Sementara dalam proses transpirasi, air dipergunakan untuk aktivitas fotosintesis.

Sisa air ditranspirasikan melalui stomata yang akhirnya hilang dalam bentuk uap air. Kedua peristiwa tersebut dikenal juga dengan istilah evapotranspirasi. Pada tanaman eucalyptus, kadar intersepsinya adalah 14,3-14,9 persen dan evapotranspirasi sebesar 45,8 persen.

Dinda menjelaskan, fenomena “flexible consumption” akan berlaku. Artinya, pada kondisi air tersedia dalam jumlah banyak, maka konsumsi airnya juga banyak. Kemudian pada kondisi air sedikit, eucalyptus akan beradaptasi dengan menyerap air dalam porsi kecil.

Curah hujan standard untuk tanaman eucalyptus dapat tumbuh dengan penyerapan air yang cukup, jika dikaitkan dengan level evapotranspirasi sebesar 1.600 mm per tahun.

Sementara di daerah konsesi PT TPL curah hujan rata-rata berkisar 2500 mm per tahun, sehingga terjadi kondisi surplus air sebesar 900 mm.

Menurut Dinda, tanaman monokultur tidak selamanya rawan terhadap hama penyakit, karena hutan alam menghasilkan ‘serasah’ lebih banyak dibandingkan hutan industri. Hal ini dibuktikan kandungan unsur hara tanah yang terdapat di hutan alam, sehingga lapisan permukaan tanahnya selalu subur.

PT TPL Tbk memiliki siklus daur khusus, yakni selama lima tahun meminimalisir dampaknya terhadap daerah tangkapan air (DTA) danau Toba, dari semula hanya 3,5 persen menjadi 0,7 persen tiap tahun. Dengan kata lain, hanya 0,05 persen per bulan sehingga dianggap tidak signifikan.

Pembuangan akhir limbah PT TPL Tbk yang diisukan mencemari danau Toba, menurutnya adalah merupakan pemahaman keliru, karena perusahaan pulp tersebut telah melakukan serangkaian treatment pada limbah yang dihasilkan, serta menyalurkan hasil akhir ke sungai Asahan, Sungai Asahan berada di hilir, sementara danau Toba berada di hulu. Jadi, tidak mungkin air mengalir dari hilir ke hulu. (Al,Red)

562 Pembaca
error: Content is protected !!