Daerah  

Aliran Dana Suap Proyek Lamsel ; NGO, Aktivis, Akademisi dan Advokat Dorong KPK Tetapkan Nanang Ermanto Tersangka

Aliran Dana Suap Proyek Lamsel ; NGO, Aktivis, Akademisi dan Advokat Dorong KPK Tetapkan Nanang Ermanto Tersangka

LAMPUNG, Usai jadwal sidang lanjutan pada tanggal 24 Maret 2021 di Pengadilan Negeri Tipikor Kelas IA Tanjung Karang dalam perkara suap fee proyek di Kabupaten Lampung Selatan jilid 2 (dua) yang turut menghadirkann Nanang Ermanto yang saat ini menjabat sebagai Bupati Lampung Selatan telah menyita perhatian publik mulai dari NGO, aktivis, Tokoh masyarakat, Advokat, akademisi dan atau praktisi hukum turut angkat bicara dan sikap atas terungkapnya dalam fakta persidangan bahwa Nanang Ermanto turut menerima uang senilai ratusan juta rupiah dari mantan anggota DPRD Lampung yakni Agus Bhakti Nugroho (ABN) yang diperintahkan mantan Bupati Lampung Selatan, Zainuddin Hasan tahun 2017 dan 2018 disinyalir dari hasil fee proyek.

Terkait hal ini, Ketua Komite Aksi Masyarakat dan Pemuda Untuk Demokrasi (KAMPUD), Seno Aji kembali meminta kepada KPK agar menjalankan tugas dan wewenangnya dalam mengusut kembali perkara suap Fee proyek Lampung Selatan jilid II dengan mengedepankan asas pada kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum dan proporsionalitas sesuai UU Nomor 30 Tahun 2002 Tentang KPK.

“Ditinjau dari fakta persidangan, terkait adanya dugaan aliran dana ke Nanang Ermanto pada saat sebagai Wakil Bupati Lampung Selatan yang diberikan malalui mantan anggota DPRD Lampung, Agus Bhakti Nugroho yang diperintahkan mantan Bupati Zainuddin Hasan tahun 2017 Senilai Rp. 480 juta dan 2018 senilai Rp. 450 juta yang disinyalir dari hasil fee proyek dimana nilainya tersebut sesuai dengan dokumen yang dicatat oleh JPU KPK, maka hal ini sebagai petunjuk bahwa Nanang Ermanto diduga turut menerima aliran uang tersebut, yang sebelumnya dikabarkan Nanang Ermanto juga telah mengembalikan sebagian uang tersebut kepada KPK, melihat bukti permulaan ini tentunya menjadi pertimbangan KPK untuk dapat meningkatkan status Nanang Ermanto, maka KPK dalam menjalankan tugas harus sesuai dengan UU Nomor 20 Tahun 2002 tentang KPK pada bagian kedua penyelidikan dan bagian ketiga penyidikan”, kata Seno Aji, di Bandar Lampung, Minggu (28/3/2021).

Sambung Seno Aji yang juga sebagai Aktivis muda ini menjelaskan, bahwa hal penetapan seorang sebagai tersangka tentunya sesuai dengan ketentuan.

“Benar apa yang disampaikan oleh KPK melalui Pak Ali Fikri, KPK harus bekerja atas dasar hukum, korelasinya adalah mengenai alat bukti yang sah, sesuai Pasal 184 ayat (1) KUHAP adalah, Keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, keterangan terdakwa, kemudian pasal 183 KUHAP, minimal dua alat bukti, jadi tidak ada alasan lain bagi KPK, untuk tetap terus mengusut tuntas aliran dana yang bersumber dari Zainuddin Hasan melalui Agus Bhakti Nugroho, dan menetapkan kembali pihak-pihak yang menerima aliran dana dari Zainuddin Hasan sebagai tersangka “, harapan Seno Aji Ketua DPW KAMPUD.

Perlu diingat, KPK melalui Plt Juru bicara bidang penindakan, Ali Fikri pernah menegaskan dalam menanggapi dorongan dari elemen masyarakat terkait status Nanang Ermanto pada perkara suap Fee proyek Lampung Selatan jilid 2 ini, bahwa KPK sebagai penegak hukum harus bekerja atas dasar hukum dan untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka dasarnya adanya kecukupan alat bukti.

“Kami sangat memahami harapan masyarakat terkait penuntasan penanganan perkara tersebut.

KPK dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka itu bukan karena desakan ataupun permintaan pihak tertentu”, jelas Ali Fikri di Jakarta, (17/12/2020) lalu.

lanjutnya, “sebagai penegak hukum, KPK tentu harus bekerja atas dasar hukum yang berlaku, sehingga dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka dasarnya adalah adanya kecukupan alat bukti.

Jika sepanjang adanya bukti permulaan yang cukup maka KPK juga tak segan menetapkan kembali pihak-pihak lain sebagai tersangka dalam pengembangan perkara tersebut”, terang Ali Fikri.

Sementara, Advokat ternama M. Alzier Dianis Thabranie menuturkan bahwa perbuatan mereka yang mendapat fee proyek masuk pada ranah tindak pidana korupsi, “Saya kira ini perbuatan mereka yang disebut-sebut ‘kecipratan’ fee proyek, jelas masuk ranah tindak pidana korupsi, misalnya bisa berupa gratifikasi, dan ini menjadi tugas penyidik KPK untuk mengembangkannya”, tutur dia seperti dikutip dari be1lampung.com.

Menurut Alzier yang juga Mustasyar Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PW-NU) Lampung, bahwa sebagai penyelenggara Negara dilarang menerima hadiah dari pihak lain dalam bentuk apapun, “karenanya, sangat tidak elok pengakuan tersebut, dan ini sudah menjadi tugas penyidik KPK melakukan pengembangan perkara dengan menetapkan tersangka baru. Apalagi jelas ada pengakuan dan pengembalian uang dari Nanang Ermanto. Untuk diketahui, pengembalian uang itu tidak menghilangkan perbuatan tindak pidana yang telah dilakukan, namun hanya menjadi salah satu pertimbangan yang dapat meringankan dalam melakukan penuntutan”, terangnya.

Hal senada juga disampaikan oleh akademisi dan juga advokat DR (Can) Nurul Hidayah, SH, MH, jika Penyelenggara negara itu, jangankan untuk meminta, menerima hadiah dalam bentuk apapun itu tidak boleh apalagi Nanang Ermanto saat itu sebagai Wakil Bupati Lampung Selatan (penyelenggara Negara), sesuai dengan pasal 12 UU Nomor 31/1999 Jo UU Nomor 20/2021, kalau dalilnya pak Nanang karena tidak main proyek dan boleh minta uang itu tidak dapat dibenarkan juga”, jelasnya seperti dilansir dari media harianpost.co.

Dia juga melanjutkan, jika mengenai masalah proyek itu semua ada tingkatannya, “kalau Pak Nanang Ermanto mengusulkan proyek itu harus diusulkan melalui Musrendes, Musrenbang Kecamatan, Musrenbang Kabupaten yang diatur di UU Nomor 25/2004 dalam pasal 27 ayat 2 tentang sistem perencanaan pembangunan”, ungkap Nurul.

Selain itu, Nurul juga meminta pihak KPK memberikan kepastian status hukum terhadap Nanang Ermanto, apakah cukup bukti untuk meningkatkan statusnya sebagai tersangka atau tetap sebagai saksi dan jangan berlarut-larut karena akan menimbulkan beragam asumsi di Masyarakat, dan sangat jelas dari kesaksian ABN lebih dari 5 kali memberikan uang kepada Nanang Ermanto dengan tempat berbeda-beda, dan cara memberikannya pun memakai sandi kalau plat merah itu uang ratusan, kalau biru itu uang 50 ribuan di dalam kesaksian ABN dalam persidangan tanggal 24 Maret 2021″, tandas DR. Can.

Sementara, ketua Lembaga Transformasi Hukum Indonesia (THI), Wiliyus Prayietno, SH, MH meminta aparat hukum harus jeli melihat permasalahan ini, sebab dia menduga uang yang diberikan Zainuddin Hasan ke Nanang Ermanto bersumber dari fee proyek.

“Tidak mungkin tiba-tiba orang ngasih uang kalau tidak ada alasannya, jadi aparatur hukum mesti menelisik lebih dalam lagi permasalahan ini untuk mengetahui ada atau tidaknya keterlibatan Nanang Ermanto tersebut, Kata Wiliyus.

“Kalau menurut kacamata Saya, beliau (Nanang Ermanto-red) ini sudah masuk ke ranah pidana, karena ikut menikmati uang tersebut. Tapi Say tidak tahu menurut aparatur hukum, apakah ini masuk dalam ranah pidana atau tidak”, tanya dia dilansir dari podiumlampung.com.

Wiliyus juga menambahkan, “jadi, aparatur hukum harus tegas dalam menyikapi status Nanang Ermanto saat ini. Jadi KPK jangan takut-takut menentukan sikap selama itu benar supaya masyarakat Lamsel mendapat pemimpin yang bersih, jujur serta tidak korupsi”, pinta dia.

Sedangkan, Ketua Komite Pemantau Kebijakan dan Anggaran Daerah (KPKAD) Lampung, Gindha Anshori, SH, MH mendesak KPK menerbitkan surat perintah penyidikan (Sprindik) yang baru untuk Bupati Lampung Selatan, Nanang Ermanto.

“KPKAD bersikukuh bahwa Nanang Ermanto diduga terlibat dan turut menerima gratifikasi sebagaimana yang Ia terima dari Zainuddin Hasan tersebut. Oleh karenanya yang bersangkutan harus diproses dan KPK harus segera menerbitkan surat perintah penyidikan (Sprindik) baru”, kata Anshori dikutip dari podiumlampung.com.

Langkah ini terlihat dari fakta persidangan Nanang Ermanto yang mengakui pernah menerima uang dari mantan Bupati Zainuddin Hasan. Sehingga, ini masuk dalam rangkaian perbuatan dari Zainuddin Hasan. Selain itu, perbuatan Nanang Ermanto ini dikategorikan sebagai pelaku yang diduga turut serta secara pidana dalam menerima dugaan gratifikasi dari berbagai pihak yang saat ini sedang bergulir di Pengadilan.

“Alasan Nanang Ermanto bahwa yang bersangkutan menerima yang dari Zainuddin Hasan karena tidak diperbolehkan main proyek hal ini sangat tidak masuk akal, karena tidak ada satu aturan yang dapat melegitimasi perbuatan tersebut adalah perbuatan yang tidak melanggar hukum”, jelas dia.(SA)

130 Pembaca
error: Content is protected !!
Exit mobile version