Hukrim  

KPK Tangkapi Menteri, TOPAN RI: Ahmad Bastian Kok Belum Ditangkap?

KPK Tangkapi Menteri, TOPAN RI: Ahmad Bastian Kok Belum Ditangkap?

Lampung – Beberapa pekan terakhir, jagad publik kita diramaikan dengan berita penangkapan belasan orang oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akibat perbuatan korupsi uang negara yang mereka lakukan. Tidak tanggung-tanggung, hingga hari ini sudah 2 menteri dari Kabinet Indonesia Kerja Jilid II yang terkena jeratan KPK (1). Kasus terakhir, Menteri Sosial Juliari Batubara harus menyerahkan diri subuh dini hari tadi, Minggu, 6 Desember 2020, karena dugaan terlibat dalam kasus korupsi bantuan sosial Covid-19 (2).

Merespon hal tersebut, rakyat sangat senang dan mengapresiasi kinerja KPK dalam menjalankan tugasnya memberantas korupsi tanpa pandang bulu. Dari pejabat kelas rendah hingga Menteri disikat habis oleh lembaga anti rasuah Indonesia itu. Keperkasaan KPK mulai terlihat di mata publik.

Namun, amat disayangkan beberapa kasus korupsi peninggalan pejabat KPK yang lama masih belum sepenuhnya tertangani dengan semestinya. Korupsi hari ini tidak mungkin dapat dilepaskan dari perilaku korupsi di masa lalu, bahkan hingga ke budaya korupsi di zaman kolonial dan kerajaan-kerajaan di nusantara jaman baheula. Sepanjang pelaku korupsi masih hidup dan belum mendapatkan ganjaran dari tindakannya menyalahgunakan keuangan negara, merampok uang rakyat melalui berbagai modus, maka orang tersebut wajib diusut dan diberi sanksi sesuai hukum yang berlaku.

Salah satu terduga koruptor adalah oknum pengusaha Lampung Selatan bernama Ahmad Bastian (3). Yang bersangkutan secara langsung terkait dengan penerima uang suap tahun 2016, yakni mantan Bupati Lampung Selatan, Zaenudin Hasan. Diketahui berdasarkan data KPK bahwa sang mantan bupati yang tidak lain adalah adik kandung mantan Ketua MPR RI Zulkifli Hasan (Zulhas) menerima dana suap sebesar 9,6 miliar rupiah dari Ahmad Bastian. Zaenudin pun harus ikhlas menerima dan menjalani hukuman pidana korupsi 12 tahun penjara sejak 2018 lalu (4).

Bagaimana halnya dengan si penyuap Ahmad Bastian? Yang bersangkutan justru masih menikmati masa-masa indah sebagai anggota legislatif di tingkat nasional, menjadi pejabat negara di DPD RI dari dapil Lampung. “Kami sebagai rakyat Lampung tidak rela uang kami diberikan untuk menggaji koruptor Ahmad Bastian,” tegas Sekretaris Jenderal TOPAN RI, Edi Suryadi, SE, saat dikonfirmasi melalui jaringan WhatsApp-nya, 6 Desember 2020.

Untuk itu, Edi Suryadi yang adalah juga Ketua DPD PPWI Lampung itu mendesak KPK untuk sesegera mungkin membuka file laporan pengaduan masyarakat yang telah dikirimkan oleh TOPAN RI ke KPK tanggal 13 November lalu terkait dugaan korupsi oknum anggota DPD RI, Ahmad Bastian, dan segera memprosesnya. “Ahmad Bastian sendiri sudah mengakui di pengadilan saat menjadi saksi atas persidangan Zaenudin Hasan bahwa dia memberikan fee (suap) kepada mantan Bupati Lampung Selatan itu. Jadi, mau bukti apalagi?” ungkap Edi Suryadi dengan nada tanya.

Beberapa waktu lalu, tambah Edi, TOPAN RI telah mendatangi Badan Kehormatan DPD RI untuk menyerahkan salinan laporan pengaduan masyarakat tentang dugaan tindak pidana korupsi anggota DPD RI Ahmad Bastian. “Para staf di BK DPD RI itu juga heran mengapa Ahmad Bastian belum juga tersentuh hukum ya?” ujar Edi yang sangat getol mendorong KPK untuk mengusut kasus korupsi di daerahnya.

KPK seharusnya tidak pilih kasih atau tebang pilih dalam menangani kasus korupsi yang terkait mantan Bupati Lampung Selatan itu. “Pengusaha lainnya yang juga menyuap Bupati Lampung Selatan, Gilang Ramadhan, sudah divonis hukuman penjara (5), kenapa Ahmad Bastian belum diproses? Ada apa di antara Ahmad Bastian dengan KPK?” tanya Edi dalam duga tanpa jawab.

Sementara itu, Alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012, Wilson Lalengke, mendukung upaya KPK memberantas korupsi, termasuk memproses segera terduga penyuap mantan Bupati Lampung Selatan, Ahmad Bastian. “Nah, saat ini negara butuh banyak uang untuk mengatasi masalah akibat pandemi Covid-19. Seharusnya KPK segera mengusut dan mengembalikan dana-dana yang dikorupsi para koruptor itu, termasuk Ahmad Bastian ini, wajib segera ditangkap dan harus mengembalikan uang negara yang sudah dikorupsi yang bersangkutan. Bukan justru terus-menerus menggaji terduga koruptor itu,” jelas Wilson Lalengke yang juga menjabat sebagai Ketua Umum PPWI ini, Minggu, 6 Desember 2020.

Sebagai sebuah bangsa yang besar, kata Wilson, kita semestinya malu memiliki wakil rakyat yang diduga kuat sebagai oknum pelaku korupsi uang rakyat (6). “Kecuali sudah tidak ada lagi orang yang bisa kita pilih jadi wakil, terpaksalah kita pasrah punya wakil perperangai bejat yaa. Jumlah rakyat Indonesia 260-an juta, apakah tidak ada lagi yang lebih baik dari terduga koruptor itu sehingga kita membiarkannya duduk manis di senayan sana sambil kita gaji dia tidak kurang dari 1 miliar tiap tahun?” kata Wilson prihatin. (APL/Red)

Catatan:

(1) Edhy Prabowo ‘Ditenggelamkan’ Benur; https://www.jawapos.com/nasional/hukum-kriminal/26/11/2020/edhy-prabowo-ditenggelamkan-benur/

(2) Jadi Tersangka Suap Bansos Covid-19, Segini Total Harta Mensos Juliari; https://www.jawapos.com/nasional/hukum-kriminal/06/12/2020/jadi-tersangka-suap-bansos-covid-19-segini-total-harta-mensos-juliari/

(3) Ahmad Bastian Belum Ditangkap, Warga Lampung Sesalkan Sikap Tebang Pilih Aparat Hukum; https://pewarta-indonesia.com/2019/11/ahmad-bastian-belum-ditangkap-warga-lampung-sesalkan-sikap-tebang-pilih-aparat-hukum/

(4) Didakwa Terima Suap Rp 72 M, Adik Zulhas Terancam 20 Tahun Penjara; https://www.jawapos.com/nasional/hukum-kriminal/17/12/2018/didakwa-terima-suap-rp-72-m-adik-zulhas-terancam-20-tahun-penjara/

(5) Penyuap Bupati Lampung Selatan Dihukum 2 Tahun 3 Bulan Penjara; https://www.gatra.com/detail/news/371876-Penyuap-Bupati-Lampung-Selatan-Dihukum-2-Tahun-3-Bulan-Penjara

(6) Lampung Bakal Punya Senator Terlibat KKN, Alumni Lemhannas: KPK Mesti Cegah Senayan jadi Sarang Koruptor; https://pewarta-indonesia.com/2019/08/lampung-bakal-punya-senator-terlibat-kkn-alumni-lemhannas-kpk-mesti-cegah-senayan-jadi-sarang-koruptor/(*)

REDAKSI/PPWI

193 Pembaca
error: Content is protected !!
Exit mobile version